Sabtu, 29 November 2008








aparat kepolisian saat mengamankan massa yang menghalang-halangi eksekusi, AKP Bambang Probo menunjukkan BB sajam, Soteomo SH kuasa hokum Johannes, dan Ahmad Riyadh SH kuasa hokum Penggugat (searah jarum jam)

Eksekusi Ricuh, Temukan Sajam, Pukul Wartawan

Terkait Eksekusi Bangunan Jalan Ronggolawe 9-11

SURABAYA – Gugatan perlawanan (Verzet) dalam aturannya memang tidak bisa menghentikan pelaksanaan eksekusi seperti yang dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Surabayasurabaya. Walaupun bangunan tersebut sudah dialihkan kepada pihak ketiga. Tetapi anehnya, kenapa pelaksanaan eksekusi tanah dan bangunan di jalan Tanjungsari 73-75 Surabaya tidak pernah dilaksanakan walaupun sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Ini adalah bukti kalau institusi penegak hokum khususnya PN Surabaya tebang pilih dalam melaksanakan sebuah putusan ataupun konspirasi untuk kepentingan sebagian orang. terhadap objek bangunan di jalan Ronggolawe nomor 9-11

Pelaksanaan eksekusi di jalan Ronggolawe 9-11 surabaya ricuh, terkait adanya perlawanan yang dilakukan tim kuasa hukum gabungan untuk menghadang tim juru sita PN Surabaya dibantu dengan aparat kepolisian. Tetapi perlawanan tersebut sia-sia karena ketegasan aparat menangkap siapa saja yang menghalang-halangi pelaksanaan eksekusi.

Sekitar 18 orang ditangkap aparat karena tidak mengindahkan dan melawan petugas. Aparat kepolisian juga mengamankan beberapa barang bukti senjata sajam dan akan memproses para pelaku.

Seperti yang diungkapkan Kapolsek Tegalsari AKP Bambang Probo bahwa jajarannya sudah memberikan pengamanan maksimal atas jalannya eksekusi dan orang-orang yang diamankan akan diproses sesuai aturan yang berlaku.

Ditempat yang sama, tim gabungan kuasa hokum Johannes yang diwakili Donce Andrianto SH mengatakan, kalau timnya bertekad menghadang pelaksanaan eksekusi oleh PN Surabaya, karena dianggap aneh dan keliru serta tidak mengacu pada prinsip objektivitas aturan hokum. “amar putusan eksekusi atas objek lokasi itu tidak jelas sama sekali,”tegasnya dengan berang.

Lebih lanjut Donce menilai, pihak yang dimenangkan yaitu Yayasan Arjuna oleh PN Surabaya pada 1993, tidak pantas diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) atas rumah diatas tanah eks Negara seluas 1.224 meter persegi karena sudah berakhir kepemilikannya pada tanggal 23 september 1980.

Widya Gumilar SH Juru sita PN Surabaya mengatakan, kalau pada tanggal 3 nopember 2008 sudah diberitahukan kepada siapa saja yang menempati objek eksekusi untuk segera mengosongkan bangunan dan apabila mereka tidak mengindahkan maka tidak salah apabila kami melakukan pengosongan dengan paksa, kata pria yang punya badan tegap itu kepada TIPIKOR.

“Kami disini hanya menjalankan tugas dari PN Surabaya untuk melaksanakan eksekusi, apabila ada yang keberatan boleh melakukakan jalur hokum yang berlaku,”imbuhnya.

Dalam suasana ricuh tersebut sempat salah satu wartawan terkena pukulan yang dilayangkan anak Soetomo SH salah satu tim kuasa hukum Poesoera. Anak Soetomo SH yang belum diketahui namanya tersebut juga meminta kepada salah satu reporter media elektronik untuk tidak menayangkan adegan pemukulan yang dilakukannya. Hal yang sama juga dilakukannya kepada TIPIKOR untuk tidak memuat pemukulan tersebut.

Soetomo saat dikonfirmasi TIPIKOR membantah, kalau anaknya tersebut tidak memukul tetapi dia hanya ingin menyelamatkan bapaknya dari kerumunan orang-orang. “dia ndak mukul tetapi hanya mau nolong bapaknya dan apabila dia memukul itu tidak sengaja,”kata ketua DPD KAI Jawa Timur.

Berdasarkan fakta dilapangan, anak advokat senior ini memang menyelamatkan bapaknya dari kerumunan tersebut dan juga melayangkan bogemnya secara ngawur dan tidak mengetahui kalau bogemannya itu mengenai wartawan yang sedang melakukan peliputan berita.

Walaupun ricuh dalam pelaksanaan eksekusi itu, eksekusi tetap bisa dilakukan dan memasuki lokasi untuk mengeluarkan barang-barang pemiliknya. (nur/and)


Aku Merasa Suamiku Dikorbankan

Tidak ada hujan tidak ada angin, suamiku direbut aparat kepolisian karena dituduh melakukan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon Surat Ijin Mengemudi (SIM). Padahal tidak ada firasat apapun terhadap kami.

Selama 3 tahun bersama Muhammad Irfan, suamiku, aku Ny. Frida (22) asal Malang, selalu membantu pekerjaan suamiku walaupun secara hukum pekerjaan itu melanggar aturan yang berlaku.

Profesi suamiku adalah seorang calo yang setiap harinya mencari pemohon SIM untuk diuruskan kemudahan mendapatkan SIM tersebut. Dari hasil keuntungan itulah yang membuat kami bisa bertahan hidup.

Memang, petugas di Satpas Colombo sudah meningkatkan pelayanan public dan tidak memberi ruang kepada para calo atau makelar berkeliaran disana. Tetapi bagaimana lagi, suamiku hanya mempunyai pengalaman yang pernah didapatkannya sewaktu bekerja di Colombo tepatnya di ruang pengujian teori SIM.

Pengalaman dan kecerdasan otak untuk mengingat soal-soal ujian teori inilah yang dimanfaatkan suamiku untuk mencari keuntungan. Pemohon sebelum masuk keruangan teori untuk ujian, Irfan suamiku, terlebih dulu mengajarkan dan memberi soal-soal ujian yang pernah dia ingat dikepalanya saat masih bekerja di ruangan teori Satpas Colombo kepada para pemohon SIM yang mau memakai jasanya.

Suamiku sudah menyadari dan mengakui perbuatan yang dilakukannya tetapi yang tidak bisa diterima oleh kami, kenapa hanya Irfan dan Slamet sedangkan yang lainnya saat sama-sama ditangkap juga tidak dijebloskan tahanan. Ini yang membuat saya tidak terima.

Sebelumnya, beberapa bulan yang lalu sebelum suamiku ditangkap bersama-sama dengan Slamet dan dua rekan lainnya. Suamiku kedatangan dua orang penting Satpas Colombo, aku sendiri juga duduk bersama mereka tetapi aku hanya mendengarkan pembicaraan mereka. Pada intinya dua orang penting tersebut menyarankan kepada suamiku untuk menghentikan kegiatannya yang dinilai sangat merugikan satpas Colombo yang sedang berbenah diri untuk meningkatkan pelayanan public.

Saya sendiri sebagai seorang istri menyadari kalau profesi yang dilakukan suamiku melanggar aturan yang berlaku.

Ny. Frida saat ditemui Tim TIPIKOR mengatakan pasrah atas apa yang dialami suaminya. Tim TIPIKOR sendiri tidak bisa berbuat apa-apa atas apa yang dialami keluarga muda ini dan merasa kasihan melihat Ny. Frida yang sudah hamil 9 bulan dan tinggal menunggu kelahiran anak pertamanya dalam minggu-minggu ini. Apalagi dirinya tidak mempunyai biaya untuk melahirkan. Tidak hanya itu saja, untuk tempat tinggal pun, Ny. Frida menumpang di rumah salah satu wartawan TIPIKOR.

Ny. Frida berharap kepada aparat penegak hukum untuk memberikan keadilan kepada suaminya. Dirinya merasa kalau suaminya dikorbankan padahal beberapa rekannya juga melakukan perbuatan yang sama. (Tim Sby)
Sugiarto bersama keluarganya saat menjadi saksi di persidangan

Tuduh Istri Terlantarkan Anak, Bos PJTKI Lobi KPN

SURABAYA Perjuangan Sherliy lepas dari kungkungan suaminya patut diacungi jempol. Melihat beban mental setiap hadir dalam persidangan baik gugatan cerai maupun perkara pidana yang dituduhkan Sugiharto kepada Sherliy membuat dirinya semakin kuat menghadapi cobaan yang diterimanya.

Baru saja melahirkan anak pertama dengan operasi cesar dan masih dalam perawatan dokter, malah oleh suaminya sendiri dilaporkan pidana terkait tuduhan melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Sekarang ini, perkara tersebut disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Sebelumnya, Sherliy Atmojo (27) menggugat cerai Sugiharto di PN Surabaya. Tidak terima dengan gugatan cerai yang dialamatkan kepada dirinya, akhirnya Sugiharto sendiri juga memperkarakan Sherliy dengan tuduhan menelantarkan anak kandungnya sendiri. Padahal selama ini, Edbert anak semata wayangnya berada dalam pengasuhan Sherliy.

Menurut sumber, Sugiharto sempat menangis supaya tidak diceraikan. “suaminya itu pernah nangis-nangis minta supaya tidak diceraikan,”kata sumber yang tahu betul permasalahan tersebut saat sumber menjadi penengah permasalahan bahtera rumah tangga keduanya.

Dirinya menerangkan, kalau permasalahan ini bermula pada waktu Sherliy melahirkan anak pertamanya. Setelah melahirkan dirinya dalam perawatan dokter dan tinggal dengan orang tuanya kurang lebih dua bulan. Setelah kondisinya sehat pasca melahirkan, Sherliy kembali kerumahnya di jalan Tidar. Tapi apa kenyataannya, kedatangannya bukan membawa bahagia malah Sherliy selama beberapa bulan tinggal dengan suami dan anaknya malah mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Tidak kuat dengan perlakuan suami yang suka ringan tangan, membuat dirinya untuk memberanikan diri meninggalkan rumah dengan membawa serta anaknya. Hingga sekarang Sherliy dan anaknya tinggal di rumah orang tuanya, ungkap sumber.

Sherliy yang meninggalkan rumah tanpa pamit ini membuat Sugiharto melaporkan Sherliy ke pihak kepolisian dengan tuduhan telah menelantarkan anak. Padahal anak yang menjadi korban ada dalam perawatan Sherliy.

Berbeda dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Beny SH menyebutkan, kalau perbuatan terdakwa yang menelantarkan anaknya pada bulan September hingga desember 2007, bertempat di jalan Tidar 60 surabaya.

“Terdakwa telah menelantarkan anak pertamanya yang bernama Edbert yang baru saja dilahirkan terdakwa,”kata beny.

Awalnya, ungkap Beny, terdakwa dengan Sugiharto adalah pasangan suami istri yangmenikah pada tanggal 14 September 2006. sedangkan pada tanggal 10 Juni 2007 pasangan ini dikaruniai anak laki-laki yang dilahirkannya dengan cara operasi cesar di rumah sakit internasional.

Namun, pada 26 Juni 2007 terdakwa pergi dari rumah sakit dan meninggalkan anaknya. Terdakwa pergi dan tinggal di rumah orang tuanya. Pada tanggal 2 Oktober 2007 anak tersebut dibawah pulang Sugiharto ke rumah orang tuanya di jalan Tidar Surabaya.

“Selama 3 bulan bayi tersebuttidak pernah dijenguk terdakwa dan dirawat orang tuanya dan 2 orang suster,” ucap Beny.

Suami terdakwa yang juga bos PT Jatim sukses Karya Bersama dan PT Gunawan Sukses Abadi yang bergerak dalam bidang penyaluran tenaga kerja ini telah berusaha menghubungi istrinya. Namun dijawab tidak boleh oleh orang tuanya dengan alasan masih dalam pemulihan badan pasca melahirkan,” tegasnya.

Saat sidang pidana tidak jadi digelar, TIPIKOR memergoki Sugiharto dengan kuasa hukumnya masuk ke ruang Ketua PN Surabaya. Tidak jelas apa yang dilakukan keduanya didalam ruangan orang nomor satu di PN Surabaya.

Kejanggalan tersebut juga terlihat kemarin (7/10) saat sidang perceraian digelar, Edward SH kuasa hukum Sugiharto menjadi saksi dalam perkara perceraian antara Sherly dengan Sugiharto. (and)

Kajari Surabaya Jangan "Bermain Api"


SURAT TERBUKA

Kajari Surabaya Jangan “Bermain Api”

Oleh : Andi Mulya, Wartawan TIPIKOR

Assalammualaikum Wr.Wb bapak Abdul Aziz SH selaku Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya, dalam surat terbuka ini saya hanya mengingatkan bahwasanya institusi penegak hukum khususnya kejaksaan sedang disorot oleh masyarakat atas tindakan oknum jaksa Urip Tri Gunawan yang menerima suap dan Jaksa Agung Hendarman Supandji juga tidak segan-segan memberhentikan jaksa-jaksa nakal yang terbukti telah mencoreng citra kejaksaan itu sendiri.

Sudah banyak isu yang berkembang di masyarakat khususnya dialamatkan ke Media Investigasi Korupsi TIPIKOR kalau Kejaksaan Negeri Surabaya “bermain api” atas perkara-perkara pidana yang menjadi sorotan publik maupun perkara pidana lainnya yang luput dari pantauan publik.

Sampai-sampai ada salah satu jaksa fungsional di lingkungan Kejari Surabaya pun mengkritisi kinerja anda dan mengeluarkan semua uneg-unegnya kepada TIPIKOR bahwa anda selaku pucuk pimpinan “terlalu berani” dalam melakukan tindakan yang mestinya tidak perlu dilakukan sebagai seorang pimpinan kepada anak buahnya dalam menjalankan tugas sebagai seorang jaksa.

Sebagai seorang penegak hukum apalagi sebagai pemegang tongkat komando di kejaksaan negeri Surabaya, bapak harus terus memegang teguh sumpah adhyaksa yang sudah diucapkan di depan jaksa agung bahwa seorang jaksa harus bersungguh-sungguh, objektif, berani, professional dan adil dalam melaksanakan tugasnya.

Saya berharap dan percaya bahwasanya anda masih memegang teguh apa yang sudah diamanatkan oleh Undang-Undang maupun perintah Jaksa Agung supaya tetap memegang teguh sumpah Adhyaksa.